Pembangunan Infrastruktur Demi Kesejahteraan Rakyat, Benarkah Demikian?
Oleh : Paramita, Amd. Kes

Air adalah bagian penting bagi kehidupan manusia. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, juga digunakan untuk kebutuhan lainnya seperti pengairan sawah dan irigasi. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaannya demi keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan, maka dibuatlah tempat untuk menampung (bendungan). Namun adanya bendungan yang menghabiskan anggaran yang begitu besar ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat.
Bendungan Terbesar di NTB
Air merupakan sumber daya alam paling penting di planet bumi sebab menjadi esensi dari semua kehidupan. Tanpa air manusia tidak bisa bertahan hidup dan lingkungan menjadi tidak terawat dan tidak nyaman untuk ditinggali. Hampir semua aktivitas manusia membutuhkan air. Contohnya seperti memasak, mandi, mencuci, minum, keperluan usaha, pengairan dan irigasi serta masih banyak kegunaan dan manfaat lainnya.
Untuk menjaga ketersediaan air apalagi memasuki musim kemarau, maka diperlukan upaya untuk menjaga keberadaannya demi keberlangsungan hidup manusia. Sesuai prediksi Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), saat ini daerah kita sudah memasuki musim kemarau. Hal itu dijadikan dasar bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (BPBD KSB) untuk mulai melakukan identifikasi daerah yang rawan akan kesulitan air bersih.
“Beberapa wilayah sudah kami datangi untuk melihat langsung sumber air, agar bisa memberikan bantuan secara cepat saat terjadi kesulitan masyarakat mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan harian,” kata Abdul Hamid S.Pd selaku Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD KSB.
Selanjutnya, dari hasil pengecekan sementara pada beberapa titik sumber air, ditemukan volume yang tersedia sudah semakin menipis, sehingga pihaknya mulai mempersiapkan langkah cepat dan tepat terutama dalam pemenuhan air bersih bagi masyarakat. “Volume air pada beberapa titik sumber air diyakini masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar, namun sudah dalam status waspada,” tandasnya.
Untuk mempercepat pengecekan sebagai bentuk identifikasi awal sumber air, Hamid mendorong pemerintah desa untuk menyampaikan laporan secara resmi, apalagi yang menjadi sumber air dengan volume yang sudah sangat mengkhawatirkan. “Kami sedang membangun koordinasi serta komunikasi dengan pemerintah desa agar segera memberikan laporan terkait dengan ketersediaan sumber air bersih,” tuturnya (sumbawabaratpost.com, 15/05/2024).
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Bendungan Tiu Suntuk pada Kamis, 2 Mei 2024. Bendungan Tiu Suntuk terletak di Desa Mujahiddin, Kecamatan Brang Ene, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, pembangunan Bendungan Tiu Suntuk dikerjakan sejak tahun 2020-2023 dengan total anggaran sebesar Rp 1,4 triliun. Pembangunan dilakukan dalam dua paket. Paket I dilaksanakan oleh PT Nindya Karya dan PT Bahagia Bangun Nusa, sedangkan Paket II oleh PT PP-Marfri (presidenri.co.id, 02/05/2024).
Bendungan Tiu Suntuk menjadi salah satu bendungan besar dengan kapasitas tampung 60,85 juta m³ dan luas genangan 321,52 Ha. Bendungan yang disebut-sebut sebagai bendungan yang cukup cepat pembangunannya ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya untuk irigasi seluas 4.000 Ha, mereduksi banjir seluas 489 Ha (Q50/439 m3/dt), penyediaan air baku dengan kapasitas 68 liter/detik dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro 0,80 MW yang mencakup wilayah Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Brang Ene.
Kedua kecamatan tersebut dinilai memiliki lahan/area pertanian yang cukup luas. Namun sebagian besar lahannya sudah mengalami penurunan kinerja karena kekurangan suplai air, khususnya di Kecamatan Taliwang yang merupakan daerah rawan banjir serta potensi sebagai tempat konservasi, tempat pariwisata dan perikanan darat. Bendungan Tiu Suntuk merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) yang dilaksanakan untuk menambah tampungan air sehingga kontinuitas suplai air irigasi ke sawah terjaga.
Pembangunan Infrastruktur dalam Sistem Sekuler Kapitalisme
Adapun pembangunan bendungan yang digadang-gadang untuk menampung air baku untuk kemaslahatan umat seperti kebutuhan rumah tangga dan irigasi lahan pertanian nyatanya tidak demikian. Justru masyarakat terancam yakni dengan kesulitan mendapatkan air bersih dan gagal panen. Gagal panen di wilayah KSB terjadi karena kekurangan air. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan bendungan yang menghabiskan biaya yang sangat besar, namun tidak memberi efek signifikan pada lahan/area pertanian.
Adapun terkait bendungan dan irigasi yang semestinya digunakan untuk mengatur debit air di musim kemarau, tak jarang dalam praktek distribusinya kepada para petani tidak diberikan secara cuma-cuma atau gratis. Tentunya hal ini membuat ongkos menjadi lebih mahal dan sangat menyulitkan. Beberapa bendungan juga kosong ketika musim kemarau karena sumber-sumber mata air telah habis dan kering. Kita tahu bahwa pepohonan di hutan berfungsi sebagai pengikat air di dalam tanah dan keluar sebagai sumber mata air di musim kemarau. Akan tetapi jika pepohonan telah gundul akibat pembalakan liar dan alih fungsi hutan maka tidak ada lagi pengikat air. Maka tak mengherankan pada musim hujan, air tidak teresap dan mengisi mata air, melainkan turun begitu saja ke pemukiman dan menjadi banjir bandang yang terjadi berulang kali di beberapa provinsi di Indonesia.
Pembangunan infrastruktur berupa bendungan, khususnya Bendungan Tiu Suntuk, menjadi prioritas pemerintah. Ini karena pemerintah memandang bahwa pembangunan infrastruktur lewat PSN penting untuk mendorong ekonomi Indonesia. Dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini, pembangunan infrastruktur dianggap sebagai syarat menjadi daerah atau negara maju, guna meningkatkan pendapatan daerah. Walaupun pada akhirnya, keberadaannya kurang bermanfaat bahkan dapat merugikan rakyat.
Meski ada ketidakidealan dari pembangunan berbagai infrastruktur, akan tetapi pemerintah terus melakukan proyek-proyek yang sudah dicanangkan. Untuk merealisasikan pembangunan ini, Indonesia harus menggandeng investor dalam dan luar negeri. Inilah yang menjadi pintu masuk penjajahan ekonomi di berbagai daerah, yang pada ujungnya akan menjadi beban bagi rakyat sendiri. Tata kelola dan pembiayaan infrastruktur yang berdasar pada peran korporasi telah mengerdilkan peran negara. Walhasil, pembangunan infrastruktur tidak mengarah pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat melainkan sesuai kepentingan korporasi.
Pembangunan Infrastruktur dalam Islam
Paradigma pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam berbeda dengan paradigma dalam sistem sekuler kapitalisme yang diemban oleh negara saat ini. Sistem Islam yaitu khilafah Islamiyyah memandang bahwa infrastruktur sebagai salah satu pilar penopang berjalannya peradaban sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Dalam khilafah, pembangunan infrastruktur merupakan bentuk pelayanan negara kepada publik. Khilafah akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang mendesak yang dibutuhkan oleh publik, yang jika pembangunannya ditunda akan menimbulkan dharar (bahaya) bagi publik. Jadi jelas, latar belakangnya bukan sekadar agar negara tampak sukses apalagi sekadar mengundang investor, tapi benar-benar kembali pada kebutuhan riil masyarakat.
Pembangunan infrastruktur yang mendesak harus tetap dibangun, tidak memperhatikan ada atau tidak ada dana dalam baitul mal (kas negara khilafah). Jika dana dalam baitul mal tersedia, wajib dibiayai dari dana tersebut secara maksimal. Namun jika tidak mencukupi, negara bisa memungut dharibah (pajak) dari publik. Misal di satu daerah ada kebutuhan mendesak untuk membangun bendungan, maka penguasa Islam akan bersungguh-sungguh dalam pembangunannya, termasuk pembiayaan yang benar.
Sistem ekonomi Islam dengan Baitul Maal memiliki sumber pendanaan yang berasal dari beberapa pos, yakni (1) harta milik umum yang dikelola negara seperti barang tambang dan sebagainya, (2) fa’i, kharaj, ghanimah, jizyah, dan harta negara lainnya, (3) harta zakat, serta (4) sumber pemasukan temporal seperti infak, wakaf, dan sebagainya.
Khilafah melakukan perencanaan yang matang dalam menyusun proyek pembangunan, karena syariat Islam menetapkan penyediaan infrastruktur menjadi tanggung jawab negara dan harus dilakukan secara independen, tidak bergantung pada asing. Semua ini dijalankan dengan paradigma utama yakni demi terealisasinya keberlanjutan dan kemaslahatan umum, bukan untuk pencapaian profit kapital.
Instrumen negara dalam pembangunan infrastruktur berbasis kemaslahatan rakyat. Pembangunan infrastruktur akan diserahkan kepada ahlinya dengan pembiayaan oleh negara. Infrastruktur harus memenuhi pandangan pada dunia keruangan secara keseluruhan dan negara akan memastikan pembangunan infrastruktur tepat guna sesuai kebutuhan rakyat, tanpa merusak lingkungan atau justru memunculkan bencana di kemudian hari.Dalam hal ini, Islam menganggap bahwa imam (khalifah) adalah junnah (perisai). Artinya, rakyat bisa berlindung, mencari keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan pada negara. Bukan justru memandang rakyatnya sebagai konsumen yang bisa dimanfaatkan seperti dalam sistem sekuler kapitalisme. Maka sudah saatnya kaum muslimin memperjuangkan sistem Islam dalam naungan khilafah Islamiyyah. (M-02)