IBangga, Cukupkah Menjadi Tolak Ukur Keluarga Berkualitas?
Oleh : Supiati (Tenaga Pengajar dan Aktivis Dakwah)

Sumbawa Barat baru-baru ini menorehkan prestasi yang terbilang cukup luar biasa. Pada Selasa, 11 Juni 2024, Bupati Sumbawa Barat, Dr. Ir. H. W. Musyafirin, M.M., menerima kunjungan tim verifikasi iBangga (Indeks Pembangunan Keluarga) tahun 2024 di Graha Fitrah Kantor Bupati Sumbawa Barat. Adapun iBangga Award merupakan ajang pengukuran kualitas keluarga yang ditunjukkan melalui ketentraman, kemandirian dan kebahagiaan keluarga sekaligus menggambarkan peran dan fungsi keluarga di sebuah wilayah (arkifm.com, 12/06/2024).
Dalam ajang ini, KSB (Kabupaten Sumbawa Barat) setelah proses penilaian mendapatkan nilai iBangga paling tinggi se-Provinsi NTB (Nusa Tenggara Barat). Maka KSB menjadi daerah yang mewakili NTB ke tingkat nasional dan berhasil masuk menjadi 5 besar. Dalam ajang iBangga ini KSB sendiri bersaing dengan 514 daerah se-Indonesia (prokopim.sumbawabaratkab.go.id, 12/06/2024).
Mengapa Harus IBangga?
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, memiliki tugas untuk melaksanakan program kependudukan dan pembangunan keluarga. Tujuan pembangunan keluarga adalah untuk meningkatkan kualitas keluarga agar timbul rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian batin.
Keluarga memiliki peranan penting dalam upaya pembentukan dan pengembangan karakter rakyat Indonesia yang positif. Karena begitu pentingnya peran keluarga, maka perlu disusun suatu indeks pembangunan keluarga sebagai baseline data atau yang dikenal dengan istilah iBangga.
IBangga merupakan pengukuran keluarga berkualitas yang ditunjukkan melalui ketentraman, kemandirian dan kebahagian keluarga. Dimensi ketentraman terdiri atas indikator: kegiatan ibadah, legalitas keluarga, jaminan kesehatan dan keharmonisan keluarga. Dimensi kemandirian terdiri atas indikator: pemenuhan kebutuhan dasar, jaminan keuangan, keberlangsungan pendidikan, kesehatan keluarga dan akses media. Dimensi kebahagian terdiri dari indikator: interaksi keluarga dan interaksi sosial.
Maka dari itu iBangga dianggap sebagai indikator penting dalam mengukur kualitas pembangunan keluarga suatu wilayah, apakah masuk klasifikasi pembangunan keluarga tangguh, berkembang atau rentan. Nilai iBangga berkisar antara 0-100 dengan kategori kurang baik atau rentan apabila nilainya di bawah 40, cukup baik atau berkembang apabila nilainya antara 40-70 dan baik atau tangguh apabila nilainya di atas 70 (kkijateng, 14/12/2023).
Apakah Reward itu Sejalan dengan Realita?
Setiap reward didapatkan tentu saja menjadi kebanggan tersendiri dan patut untuk diberikan apresiasi. Namun apakah kemudian reward ini sejalan dengan realitas yang ada di sekitar kita? Karena jika kita mengkaji lebih dalam lagi indikator-indikator dalam iBangga ini, maka keluarga yang berkualitas harus sesuai dengan indikator-indikator pada poin sebelumnya.
Namun jika kita berkaca pada realitasnya dari poin pertama saja yakni menjalankan kegiatan ibadah, pada faktanya masih banyak keluarga-keluarga yang belum menjalankan syariat Islam. Kemudian dari sisi ekonomi masih banyak yang tidak mampu mengakses kebutuhan pokok karena mahalnya harga-harga kebutuhan pokok. Dari sisi kesehatan masih banyak yang tidak mampu mengakses kesehatan karena mahalnya biaya kesehatan.
Dari sisi pendidikan pun demikian, masih banyak yang tidak mampu mengakses pendidikan, entah karena biaya ataupun kurangnya edukasi soal pendidikan dan masih banyak lagi hal-hal yang lainnya. Maka award-award semacam ini sebenarnya tidak cukup untuk mengukur bagaimana kualitas pembangunan keluarga. Sebab banyak faktor penunjang lainnya yang harus terpenuhi untuk membentuk keluarga berkualitas.
Pandangan Islam Tentang Pembentukan Keluarga Berkualitas
Keluarga merupakan madrasatul ula atau sekolah pertama bagi seorang anak. Jadi dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan pranata pendidikan awal seorang manusia. Meskipun ada sendi-sendi fundamental lainnya seperti sekolah dan masyarakat, namun keluargalah yang memberikan pengaruh pertama.
Keluarga memiliki peran strategis dalam proses pendidikan anak bahkan umat manusia. Pendidikan dalam keluarga dimulai sejak masa awal kehidupan seorang anak sebelum mengenal lingkungan sekolah dan juga lingkungan masyarakat. Maka mewujudkan keluarga yang berkuliatas tangguh menjadi keharusan.
Dalam mewujudkan keluarga yang tangguh ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:
Pertama, pernikahan harus dibangun atas dasar akidah Islam, bukan karena asas lainnya. Sehingga nantinya segala aktivitas keluarga didasarkan pada Islam.
Kedua, antara suami dan istri harus memiliki visi dan misi yang sama tentang hakikat dan tujuan hidup berkeluarga versi Islam.
Ketiga, memahami peran dan kedudukan masing-masing dalam keluarga dan berusaha menjalankannya dengan maksimal.
Keempat, adanya sikap saling mengontrol antar sesama anggota keluarga. Sehingga seluruh keluarga tetap berada di jalan yang benar.
Kelima, tidak hanya mencukupkan amalan dengan yang wajib, tapi juga menambahnya dengan amalan-amalan nafilah atau yang sunnah.
Namun faktor-faktor di atas tidak mungkin dapat terwujud dalam sistem yang asasnya adalah kepentingan (kapitalisme) serta yang memisahkan antara agama dengan kehidupan (sekuler). Harus diwujudkan sistem yang memang standar kehidupan berbangsa dan bernegaranya adalah akidah Islam.
Sistem yang berlandaskan akidah Islam inilah yang nanti akan mampu mewujudkan keluarga yang tangguh. Sebab segala indikator penunjang terwujudnya keluarga tangguh hanya ada dalam sistem Islam.
Dalam sistem Islam akidah umat akan terjaga sehingga akan mengutamakan ibadah kepada Allah. Kemudian sistem Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakatnya, yang jelas tidak akan menaikkan harga barang di atas batas wajar. Berikutnya negara juga menjamin pendidikan dan kesehatan agar bisa diakses secara gratis. Sehingga indikator dalam iBangga itu sebenarnya hanya dapat diwujudkan dalam sistem Islam.
Wallahu a’lam.